Iuran Perayaan HUT RI ke-80 di Mojokerto Tuai Sorotan, Aktivis Desak Pemkab Evaluasi
MOJOKERTO – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, kebijakan internal terkait iuran perayaan di tingkat kecamatan Kabupaten Mojokerto menuai perhatian publik. Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dilaporkan mengeluhkan besaran iuran yang dianggap memberatkan dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Dalam hasil rapat koordinasi tingkat kecamatan yang dilaksanakan pada 14 Juli 2025, diputuskan bahwa ASN diwajibkan membayar iuran dengan besaran bervariasi berdasarkan golongan. Rinciannya: golongan I (Rp0), golongan II (Rp50.000), golongan III (Rp75.000), dan golongan IV (Rp100.000). Sementara itu, pemerintah desa disebut dikenakan iuran sebesar Rp2 juta per desa untuk mendukung pelaksanaan kegiatan 17 Agustus, (Rabu 6/8/25)
Merespons hal tersebut, tokoh aktivis sosial Mojokerto Raya, Urip Widodo, SE, menyatakan keprihatinannya. Ia mengaku menerima aduan dari sejumlah ASN yang enggan disebutkan identitasnya, mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut.
“Jika iuran ini bersifat wajib, maka seharusnya ada dasar hukum yang jelas. Bisa dalam bentuk peraturan daerah atau keputusan kepala daerah. Kalau tidak ada, ini bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli),” ungkap Urip saat ditemui awak media di kantornya, Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Senin (4/8/2025).
Urip, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum LSM Pelayanan Publik, menilai praktik ini tidak hanya terjadi di satu kecamatan, melainkan hampir merata di seluruh kecamatan se-Kabupaten Mojokerto. Ia menyebut kebijakan seperti ini kerap terulang setiap tahun jelang perayaan HUT RI.
Selain iuran, beberapa ASN juga mengeluhkan kewajiban desa mengirimkan tumpeng sebagai bagian dari acara malam tasyakuran, yang dinilai menambah beban anggaran lokal. Apalagi, lanjutnya, beberapa ASN menyebut Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) belum cair, sementara kebutuhan hidup dan biaya pendidikan terus berjalan.
“Kami berharap Bupati Mojokerto bisa turun tangan dan mengevaluasi kebijakan ini. Pemerintah pusat telah mengimbau efisiensi anggaran. Jika tidak ada alokasi resmi, sebaiknya tidak memaksakan kegiatan yang membebani ASN dan desa,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Mojokerto terkait kebijakan tersebut.
Reporter: Yani S.