kapolda Sumsel pimpin apel. Berikan pemahaman pentingnya senjata komunikasi

Palembang_ Seorang polisi di era modern seperti saat ini tidak lagi bersenjata utama seperti water canon, gas air mata atau peluru karet. 

Melainkan komunikasi antara satu dengan yang lainnya, ataupun personel dengan pimpinannya di kesatuan mereka masing-masing. 

Hal ini disampaikan kapolda Sumsel, irjen Pol A Rachmad Wibowo SIK saat memimpin apel Pamen jajaran Polda Sumsel di auditorium lantai 7 gedung utama Presisi Mapolda Sumsel Jalan Jenderal Sudirman KM 4 Palembang , Rabu (20/9/2023). 

"Sekarang ini senjata utama kita adalah komunikasi, karena hal itu sangat penting untuk melaksanakan suatu kegiatan maupun dalam melaksanakan tugas di lapangan," ujarnya. 

Bahkan juga polisi dan masyarakat harus membangun komunikasi yang hangat dan saling mendukung satu sama lain.Agar tugas dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.

Tak pelak dibutuhkan hubungan mesra (kedekatan fisik dan non-fisik) yang ber­kesi­nam­bungan antara polisi dan masyarakat. Polisi Humanis, hal itu yang selalu didengung-de­ngung­­kan dan dipercepat per­tum­buhannya di dalam ins­titusi Polri. 

Tentu saja, sia­pa pun polisinya pasti ingin dianggap polisi yang hu­ma­nis. Dan siapapun masya­ra­katnya pasti ingin memi­liki polisi yang huma­nis.

Polisi yang mudah diajak bicara, mudah dimintai pertolongan dan mudah memberikan solusi atas permasalahan.

Contoh umum, sebe­lum polisi menjawab kelu­han atas permasalahan ma­syarakat dengan lang­sung bergerak ke lapa­ngan, di­­harapkan polisi dapat ter­le­bih dulu menga­wali sikap de­­ngan menyimak keluhan, men­­dengar dengan hati dan be­rusaha mene­nang­kan kere­sa­han yang dira­sakan masyara­kat.

Komunikasi yang efek­tif dengan meningkatnya hu­bungan sosial yang baik, yang kemudian diakhiri dengan tindakan yang baik pula. 

Ambil contoh saat polisi me­nengahi perkelahian antar warga. Dalam situasi seperti ini, polisi dituntut bisa bersi­kap netral dan menjalankan fungsi mediasi yang tidak berat sebelah.

Hal-hal kecil namun sa­ngat memengaruhi jalannya proses pendamaian dapat di­tempuh seorang polisi, seper­ti mendatangi kedua belah pihak, bercerita dan menam­pung uneg-uneg yang diluap­kan. 

Dan saat waktunya dirasa pas, polisi dapat menang­gapinya dengan hal-hal yang di luar konteks, seperti ber­cerita kasus perkelahian antar warga di tempat lain yang ti­dak menyisakan apa-apa se­la­in kerugian, atau mence­ri­takan sulitnya memper­satu­kan nu­san­tara, dan lain seba­gai­nya.

Tentu saja, cara-cara terse­but digunakan di waktu dan tempat khusus yang membuat masyarakat merasakan polisi adalah teman, bukan penga­man, seperti di pos ronda, ke­dai kopi dan lain sebagai­nya.

Jika hal-hal kecil seperti itu dilakukan, menurutnya, tentu hubungan sosial yang baik akan semakin me­ningkat, dan berujung kepada tindakan penyelesaian ma­salah yang ada dengan cepat, tanpa harus ada pihak yang merasa dirugikan.

Dengan adanya inte­raksi yang terus me­nerus tersebut, polisi ber­sama-sama masyarakat akan semakin mudah dalam men­cari jalan keluar atau me­nyelesaikan masalah sosial, terutama masalah keamanan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. 

Dengan adanya interaksi yang terus menerus tersebut polisi akan bisa se­nantiasa berupaya untuk me­ngurangi rasa ketakutan ma­syarakat terhadap akan adanya gangguan kriminalitas

Turut hadir dalam kegiatan tersebut Wakapolda Sumsel Brigjen Pol M.Zulkarnain SIK MSI PJU Polda Sumsel narasumber  Dr .Icuk M.Sakir S.Sos MSI, para Kasatwil jajaran beserta PJU Kasatwil via Zoom meeting.
Reporter : Imron